TERDIAMKU

Sabtu, 25 Februari 2012
Aku juga punya hati. Kurasa ini yang banyak dilupakan orang. Hanya karena lelaki lalu dilarang menangis. Hanya karena lebih tegap seterusnya dipaksa kuat. Tega sekali yang berpikiran seperti itu. Hatiku dan hatimu apa beda? Kalaupun lebih banyak diam bukan karena mengiyakan, kuakui aku malas bertengkar. Pertengkaran dengan ujung perdebatan yang tanpa hentinya, tentu saja, karena dari awal sudah diputuskan kita berbeda. Kau bilang aku tak akan mengerti, kubilang kau tak mau mengerti. Diamku bukan tanpa alasan meski akhirnya kau jadikan alasan.
Kau bilang sakit, kau lupakan sakitku. Kau menangis, kau tak tahu betapa irinya aku melihat air matamu. Lagi-lagi karena aku seorang laki-laki, harus
kutahan sekuat tenaga tangisku. Harus kuteriakkan ke kepalaku, “aku laki-laki!” dan melupakan kalau laki-laki pun berhak menangis. Maka aku duduk dalam diamku, membatu juga membisu. Kau tahu apa yang menyakitiku, kata-katamu itu, “kau laki-laki, kau tidak akan pernah mengerti perasaanku.”
Kau lihat sekarang, bahkan meski kuingat jelas kata-katamu itu masih aku merindumu. Kuingat betul sebuah nasihat bahwa ketika seorang perempuan marah dan mengeluarkan kata-kata sebenarnya dia tidak sedang mengutarakan isi hatinya, lebih sering sebaliknya. Maka ketika kau bilang benci padaku, kuingat kembali nasihat itu. Kubilang pada diriku kau hanya sedang merajuk dan kau masih sangat mencintaiku.
Sulit, sulit sekali dipercaya ketika seorang laki-laki sepertiku ternyata bisa begitu menderita. Dalam diam bersembunyi, dalam gelak juga buih biasa lari. Lagi dan lagi jari menunjuk, menjatuhkan palu bahwa laki-laki sepertiku tidak mengerti apa arti setia. Menangis dalam hati, kau tak tahu, tak mau tahu. Menangis tersedu dan sudah kupastikan kata-kata itu akan keluar dari bibirmu juga orang-orang itu, “banci kamu.”

0 komentar:

Posting Komentar